Beberapa hari lalu saya memoderatori acara Seminar Lingkungan Hidup 2008 yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Legislatif Mahasiswa Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya yang diadakan di Hotel Shangri-La, Surabaya. Topik saat itu adalah pemanasan global, utamanya berkaitan erat dengan event penting tahun 2007 lalu di Bali tentang kesepakatan menurunkan emisi CO2 pada negara-negara maju. Yang menarik sejak saat itu adalah, upaya pemerintah untuk menggalakkan proses menurunkan emisi CO2 melalui elemen mitigasi dan adaptasi melalui efisiensi proses (konservasi energi). Dan ini sudah dilakukan di Jawa Timur, utamanya melalui berbagai strategi kebijakan yang telah dirumuskan.
Salah satu item yang diharapkan untuk dilaksanakan oleh pihak industri adalah adanya efisiensi produksi lewat proses penghematan energi dari tahap-tahap proses produksi. Namun demikian, beberapa pihak masih menganggap bahwa kebijakan ini artinya adalah membatasi penggunaan energi di industri, yang pada kenyataannya tidak demikian. Efisiensi dan penghematan ditujukan pada hal-hal atau tahap-tahap dimana yang tidak perlu, atau kurang perlu dihilangkan tanpa mengganggu fungsi utama proses produksi. Hal ini sejalan dengan filosofi konservasi energi, yang mana bahwa jika pengurangan energi justru malah akan membuat keresahan, mengganggu proses produksi, maka hal tersebut bukanlah sebuah konservasi.
Jadi di sini, perlu dicermati dengan benar arti efisiensi proses, penghematan industri, serta konservasi energi. Saat ini, sedang digodok rangkaian aturan berkaitan dengan konservasi energi, dan ini tidak perlu secara berlebihan disikapi dengan skeptis dan malah sebaliknya harus secara obyektif dan cermat dipahami dan ditindaklanjuti.
Arie Dipareza Syafei
Department of Environmental Engineering
Faculty of Civil Engineering and Planning
Sepuluh Nopember Institute of Technology
Surabaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar